Senin, 17 Juni 2013

Rabu, 27 Maret 2013

Membunuh Matahari dalam Suluh Sukwan

Lahir dalam kancah pembelaan terhadap warisan Ki Hajar Dewantoro,
Mati dalam jerat pewaris sumpah jabatan dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro.

Seperti itulah kenyataannya...
Ketika seorang sukwan susah payah mengais nasib digenggaman harapan yang mungkin menjadi cita-cita yang kerap bersenandung dalam doa malam, walau mungkin Tuhan belum sempat mengabulkannya.
Ketika tiba-tiba harapan itu dipatahkan oleh kekuasaan yang tak sanggup untuk dielakkan apalagi dipelihara...
Lantas dari mana kita memulai harapan dan keinginan negeri ini untuk membangunkan semangat baru yang telah dikalahkan oleh negeri-negeri lain yang seyogyanya lebih rendah dari kita?
Perilaku ini jelas telah mengorbankan perjuangan yang telah dipertaruhkan  dengan tetesan darah dan lautan air mata para pahlawan.
Begitu hebatkah sebuah jabatan, hingga harus mengorbankan para sukwan pendidikan?
Mengenaskan memang, jika harus demikian.
Memposisikan diri di dalam ruang yang tak sanggup dijamah oleh tikus-tikus kromod,
Memberanian diri dalam kebijakan yang menyengsarakan? 
Tanpa sukwan, apalah artinya pendidikan, walau memang ada yang mungkin tidak seperti yang diharapkan.
Tapi setidaknya kita prihatin dengan keadaan seperti ini.
Lihatlah dengan mata tanpa pura-pura...
Di setiap kegiatan manapun, sukwan adalah andalannya.
Kita sendiri sebagai pemegang sumpah jabatan tinggal berongkan-ongkang kaki, menyuruh itu ini, meningglkan sekolah sana sini, kamu harus begitu begini, kemudian tanpa malu menayakan mana hasilnya selama ini?
Terlalu banyak berharap, mungkin. Ketika anak-anak kita menempuh pendidikan di STKIP-STKIP kemudian lulus dan ingin menjadi pengabdi negei ini?
Entah itu menyukwan atau menjadi pegawai negeri. Hingga datang sebuah peraturan yang menutup segala jenis pengangkatan sebagi sukwan, demi mengentaskan sukwan yang katanya akan diangkat sebagai pegawai negeri.
Lantas untuk apa kita sekolah keguruan?
Sebutlah aku ini miskin ilmu tentang pendapat ini atau kalau dalam istilah kitab alfiah itu disebut sebagai cingkrange santri. 
Tapi itulah yang berkembang.
Sukwan hanya  untuk mereka yang tidak punya nilai tukar, sukwan hanya untuk mereka yang tidak bisa memposisikan diri dalam rebutan jabatan.
Pengangkatan sukwan kadang oleh sebagian orang ditakuti sebagai musibah, karena akan menguras Penggunaan uang BOS,
Pengangkatan sukwan katanya akan memperkeruh suasana sekolah,
Pengangkatan sukwan hanya akan membelitkan uang tabungan, karena akan membawa pegawai negeri ke dalam permasalahan utang piutang...
(padahal pegawai negeri itu sarangnya utang)
Kita menganggap bahwa sukwan itu rendah, tidak bernilai, tidak bergengsi, tidak up to date, tidak dan tidak.
Kita pegawai negeri adalah hebat, bisa pamer, bisa mencemooh, bisa apa saja seperti layaknya dora emon.
Ketahuilah...
Jika kau rendahkan yang kecil, maka rendahlah diri kita. 
Bahkan mungkin bisa seperti manusia langka yang dipertontonkan di pentas-pentas akrobat pasar malam.

wassalam, 



 
 

Senin, 04 Maret 2013

Berangkat dari kopi yang hanya tinggal secuil, aku tinggalkan sejenak Cendrawasih yang tertidur dalam harapan yang mudah-mudahan akan berpihak padanya.
Ku lirik setumpuk kertas yang disuguhkan dalam kemasan yang sedikit acak-acakan. setiap aku baca, selalu menanyakan aku bagaimana? aku giliran kapan? aku kapan kelarnya?
Begitu juga dengan kehidupan. Tak terkecuali kita. mana ujung pangkalnya, mana awal akhirnya, apa yang kita banggakan untuk Sang Pencipta kalau memang kita ini sadar, bahwa kita akan berpulang pada-Nya.
namun, kita sering berhadapan dengan berbagai sifat dan tabiat manusia. Kita begitu pandai menilai seseorang dari berbagai segi, tak peduli dalam keadaan mabuk atau sadar. 
(wah... ngomongnya udah kaya kyai)
Ini sekedar tinjauan saja, tapi bukan tinjauan cuaca nih, tinjauan cuaca udah ada yang ngurusin.
Loh...kok jadi males nglanjutin nulis yang gituan, aku takut dikatain sotoy, orang penting, orang baik padahal munafik atau apalah. mending bikin kalian pusing dengan isi puisi-puisian yang tak berbingkai dan tak bernilai.

KOKOK AYAM TRONDOL

Sudah ku ajarkan kepadamu,
bagamaina seharusnya menjadi seekor ayam Bekisar.
Tapi, mengapa kau malah memilih menjadi ayam Trondol....?


Sudah ku ajarkan kepadamu,
bagamaina seharusnya menjadi Cendrawasih.
Tapi mengapa kau malah memilih menjadi burung hantu....?


Sudah ku ajarkan kepadamu, 
bagaimana seharusnya menjadi Kartini sejati.
Tapi, mengapa kau malah memilih menjadi Zarima yg masuk bui...?

Menarilah kamu berkali-kali,
sampai gincu dan kedipan matamu terseret ilusi,
menjadi  bidadari dalam sepi yang perlahan dihisap api.

Mati...,mati...,matilah asa dan mimpi.
Tinggal sesal tanpa arti.

(segini dulu ya, ntar dilanjutin lagi)









Selasa, 22 Januari 2013

KURIKULUM BUNGLON


Manusia sama saja dengan binatang, selalu perlu makan.

Namun caranya berbeda dalam memperoleh makanan.

Binatang tak mempunyai akal dan pikiran

Segala cara halalkan demi perut kenyang

Binatang tak pernah tahu rasa belas kasihan

Tak peduli sahabat kental  kurus kering kelaparan “

                                                                                                                              (Opini, Iwan Fals)


Petikan lagu di atas bukan omong kosong dan mimpi disiang bolong.. Sebab kenyataannya orang berebut posisi demi uang, harga diri dan gengsi. Seperti yang terjadi saat ini, di mana penduduk Indonesia sangat membutuhkan suatu pedoman pembelajaran (dalam hal ini kurikulum) untuk meningkatkan mutu pendidikan. Mereka sibuk mencari proyek pembuatan kurikulum terbaru dan tercanggih yang dapat digunakan sampai akhir zaman.


Apakah Anda ingat, berapa kali kurikulum kita berubah? Tentu jawabannya, wah, lupa-lupa ingat. Mengapa jawabannya demikian? Karena  telinga kita terlalu sering mendengar pergantian kurikulum, sampai berkali-kali. Wajar saja kalau Anda berpikiran seperti itu karena memang dunia pendidikan kita rajin sekali berubah dan tak pernah ajeg. Selalu “mengambang”. Bahkan banyak kalangan mengatakan, ganti menteri ganti kurikulum. Mereka ingin dipandang sebagai ilmuwan yang kreatif, inovatif, dan produktif. Bahkan ingin menjadi “pahlawan pendidikan”. Ada semacam gengsi jika mereka tidak merubah kurikulum.


Perubahan kurikulum tersebut, menurut catatan, lebih dari enam kali, yaitu pada tahun 1962, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan kemarin, baru saja guru sedikit memahami KTSP, kini harus dignti lagi dengan kurikulum yang katanya lebih sederhana, yang akan dapat lebih dipahami oleh peserta didik.

Masalah baru akan timbul pada pemabgian jumlah jam mengajar per minggu, dengan adanya syarat mutlak untuk mendapatkan tunjangan profesi, yakni setiap guru kelas harus memiliki minimal 24 jam per minggu. lihat saja, banyak guru PNS yang berebut jam dengan guru PNS lain, yang lebih mengenaskan, guru PNS tega mengambil jam guru sukwan demi sebuah tunjangan.

Monster apalagi ini? Mereka tidak pernah tahu bahkan mungkin tidakl mau tahu bahwa dampak yang ditimbulkan dengan adanya bongkar pasang kurikulum akan sangat berpengaruh terhadap  lembaga pendidikan dan orang tua siswa. Rakyat menjerit, karena tingkat perekonomian masyarakat kita jauh di bawah standar. Mereka harus membeli buku baru, sesuai dengan kurikulum yang tengah diterapkan. Setiap tahun pelajaran baru, maka bukunya pasti baru. Demikian pula dengan sekolah. Pihak guru selalu direpotkan dengan memilih penerbit mana yang sesuai dengan kurikulum yang sedang berlaku dan harganya paling murah. Buku yang berisi kurikulum pun harus dibeli dengan harga yang sangat mahal. Cukup untuk gaji seorang guru honor selama satu bulan. Lucunya lagi, pedoman tentang kurikulum sudah beredar, buku-buku yang sesuai dengan kurikulum pun belum ada yang menerbitkan. Bagaimana  mereka bisa belajar?


Para guru pusing dengan keadaan demikian, karena mereka harus mengganti satuan pelajaran yang biasanya hanya dengan mengganti tanggal dan tahunnya, mereka dapat memperoleh kredit poin untuk mendapatkan “kenaikan pangkat”, sekarang mereka harus menggantinya dengan yang baru.


Betapa tragis dan mengenaskannya dunia pendidikan kita. Uang BOS akhirnya sebagian besar digunakan untuk membeli buku baru, karena buku lama sudah tidak sesuai lagi dengan kurikulum. Celakanya lagi, buku-buku tersebut sudah “didrop” oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.


Lantas, bagaimana dengan aspek-aspek lain yang seharusnya mendapat pehatian dari uang BOS, sepertii peningkatan kinerja guru, kepala sekolah, honor guru-guru sukwan yang tanpa uang tersebut mereka “senen kemis” menatap masa depan dan perawatan gedung yang sebagian besar sudah hampir roboh dimakan usia. Sekarang sekolah-sekolah disibukkan dengan pergantian kurikulum. Mereka tidak berpikir betapa susahnya mengajar, mendidik dan mengelola administrasi sekolah. Menurut instruksi atasan, perawatan buku-buku pelajaran ditentukan harus masih tetap bagus selama enam tahun. Apakah mereka tidak tahu, kelakuan dan kebiasaan anak didik apabila dibagikan buku untuk mempermudah menyampaikan materi pelajaran, buku tersebut akan kumal dan robek. Sebab keseharian pada waktu sekolah saja, anak didik kita berpakaian seadanya dengan pakaian seragam merah putih yang ganti empat hari sekali. Ini dapat dilihat di desa-desa wilayah Kecamatan Terisi khususnya. Mereka hanya berpikir dengan pergantian kurikulum, bisnis perbukuan untuk didrop di sekolah-sekolah akan mendapatkan banyak keuntungan. Alhasil, kadang-kadang buku tersebut tidak sesuai dengan kurikulum yang sedang berlaku. Para gurulah yang menjadi korban! 


Senandung Lirih
Iwan Fals / Eross ( Album In Collaboration With 2003 )

Kau wanita terindah
Yang pernah kutaklukkan
Kau kenapa kau pergi
Kenapa kau pergi

Kau wanita terhebat
Yang pernah memelukku
Kau kenapa kau pergi
Kenapa kau pergi

Helai udara disekitarku
Senandung lirih namamu
Tiap sudut kota yang ku datangi
Senandung lirih namamu

Kau wanita termegah
Yang pernah kudapatkan
Kau kemana kau pergi
Kemana kau pergi

Semoga kau temukan apa yang kau cari
Yang tak kau dapatkan dari aku
Semoga kau temukan apa yang kau cari
Yang tak kau dapatkan dari aku

Helai udara disekitarku
Senandung lirih namamu
Kemana pun kau akan melangkah
Aku yang selalu mengenangmu
Kemana pun kau akan melangkah
Aku yang selalu mengenangmu

La la la la la
La la la la la
La la la la la
Ooh